Mengenai sejarah masjid agung al-Munawar,
penulis berusaha untuk mengumpulkan data dari berbagai sumber, karena sumber
utama yang membahas mengenai hal itu. Jadi di sini berusaha menyusun sejarah
masjid al-Munawar dari berbagai sumber yang tercecer di sana-sini.
Masjid yang berada di pusat kota
Tulungagung ini menyimpan kenangan yang indah dalam perjalanannya hingga
sekarang ini. Kita bisa menyebutnya dengan sebutan masjid tiga zaman. Sebab
masjid Agung al-Munawar Tulungagung mengalami transisi perubahan bangunan
selama tiga kali periode; Periode Ngrowo (masjid awal), Periode Transisi, dan
Periode Modern.
Menurut Bapak Kiai Ali Mustakim sesepuh
kelurahan Kauman yang dipaparkan oleh Bapak KH.Abu Sofyan Sirajuddin, selaku
ketua ta'mir masjid agung al-Munawar Tulungagung periode 2007-2012, yang
dikutip oleh Ali Imron, mengatakan bahwasanya keberadaan tanah yang diatasnya
dibangun sebuah masjid Agung al-Munawar Tulungagung dulunya merupakan tanah
wakaf dari Mbah Ichsan Puro. Penulis tidak dapat
menelusuri dengan pasti siapa Mbah Ichsan Puro tersebut. Namun keterangan
Muhadi Latief, sebagaimana yang dikutip Ali Imron, menyebutkan bahwa Mbah
Ichsan Puro merupakan suatu keluarga kenaipan, yang dulunya bertempat
tinggal di sekitar daerah Masjid al-Munawar.
Menurut Abu Sofyan, masjid Agung
Al-Munawar Tulungagung dibangun pertama kali diperkirakan sekitar tahun
1262H/1841M. Angka tersebut dapat dilihat pada hiasan ukir-ukiran imaman yang
berada di Masjid Jami' al-Muhajirin Gedangsewu Tulungagung tepatnya di bagian
atas. Karena menurut keterangan Abu Sofyan juga, masjid al-Munawar dibangun
bersamaan dengan masjid al-Muhajirin. Sehingga tahun pembangunannya dapat
diketahui dengan melihat salah satu tulisan yang masih tersisa di kedua masjid
tersebut.
Masjid jami’
al-Muhajirin merupakan masjid tertua di Tulungagung yang juga merupakan masjid
pertama kali di Tulungagung. Pada pembangunan masjid al-Munawar, perhiasan dan
pernik-pernik yang ada di masjid al-Muhajirin dipindah ke masjid al-Munawar.
Selain itu, Imam masjid pertama kali, yang
hidup pada masa tersebut belum dapat dideteksi siapa saja. Jadi siapa yang
menggagas berdirinya Masjid Agung al-Munawar masih belum jelas. Bahkan ta'mir
yang pertama kali juga masih sulit untuk ditelusuri keberadaannya. Maka dari
itulah lembaran-lembaran tulisan ini mayoritas menuliskannya dengan sumber data
yang masih ada dan juga disinergikan dengan zaman penulisan.
Bukti yang ditemukan dalam hiasan imaman
masjid al-Muhajirin merupakan tulisan perpaduan antara tulisan arab dan bahasa
jawa serta tanpa ada harakatnya. Tulisan tersebut dalam bahasa Indonesia adalah
sebagai berikut: Baris pertama: Lailahaillah Muhammadurrosullah, baris
kedua: Penget tatkala nyeler Kiai Mangun (Fiqhan), baris ketiga: Ing
dino akhad kaping 11 syawal tahun 1262 H.
Dari Tulisan tersebut bisa diketahui tentang waktu
dibangunnya masjid yang berada di Barat Alun-Alun itu. Dari tulisan tersebut
dapat juga diketahui bahwa antara masjid al-Munawar dan masjid al-Muhajirin
Gedangsewu terdapat sinergi yang mengaitkan antara keduanya dan tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Jadi dalam sejarahnya, kedua masjid
ini mempunyai asal sejarah yang berkaitan dan berhubungan.